Perlindungan Data: Tantangan Implementasi e-SIM Nasional
Anggota Komisi I Amelia Anggraini, di sela-sela Kunjungan Kerja Komisi I DPR RI ke Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi (BPPT) di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat pada Rabu (16/4/2025). Foto: Saum/vel
PARLEMENTARIA, Depok - Kebijakan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang mendorong migrasi dari kartu SIM fisik ke electronic SIM (e-SIM) dinilai salah satu bentuk upaya menekan penyalahgunaan nomor ponsel untuk kejahatan digital. Menanggapi, Anggota Komisi I Amelia Anggraini mengingatkan implementasi kebijakan ini harus dilakukan secara hati-hati dan terkoordinasi agar tidak menimbulkan celah baru dalam sistem keamanan digital nasional.
Pernyataan ini disampaikannya kepada Parlementaria di sela-sela agenda Kunjungan Kerja Komisi I DPR RI ke Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi (BPPT) di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat pada Rabu (16/4/2025). “Upaya ini kami dukung penuh karena bisa melindungi masyarakat dari phishing, spam, dan penyalahgunaan pinjaman online ilegal. Tapi dalam masa transisi ini, Komdigi dan BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) harus benar-benar melakukan pengawasan ketat,” ujar Amelia.
Sebagai informasi, kebijakan migrasi e-SIM ini resmi dikeluarkan Komdigi pada awal tahun 2025 dan mulai diuji coba pada perangkat baru yang mendukung fitur e-SIM. Langkah ini disebut sebagai respons terhadap meningkatnya kejahatan digital berbasis nomor ponsel, seperti penipuan melalui pesan singkat, penyadapan OTP, dan pencurian data pribadi.
Namun, Amelia menekankan bahwa masih banyak perangkat yang belum kompatibel dengan sistem e-SIM, sehingga perlu dilakukan proses integrasi bertahap dan menyeluruh. “Masih ada device yang belum mendukung teknologi ini. Jadi selain regulasi yang kuat, pemerintah juga harus mendorong inklusivitas teknologi agar semua lapisan masyarakat bisa mengikuti kebijakan ini tanpa merasa tertinggal,” jelasnya.
Dirinya juga menambahkan bahwa sistem perlindungan data pribadi harus jadi prioritas utama dalam implementasi e-SIM. Sebab, paparnya, jika tidak dikelola dengan baik, e-SIM yang seharusnya memperkuat keamanan justru bisa menjadi celah baru bagi serangan siber.
“Jangan sampai kebijakan ini justru membuka pintu baru bagi penyalahgunaan data. Harus ada audit sistem, enkripsi yang kuat, dan kerangka pengawasan yang transparan,” tegasnya.
Selain itu, Amelia turut mendorong agar edukasi publik digencarkan. Baginya, tahap proses ini berperan krusial mengingat banyak masyarakat yang masih belum memahami perbedaan antara SIM fisik dan e-SIM, serta potensi manfaat maupun risikonya.
Menutup pernyataannya, Komdigi dan BSSN diharapkan bekerja sama erat untuk merancang arsitektur keamanan digital nasional yang adaptif terhadap perkembangan teknologi sekaligus mampu melindungi masyarakat dari kejahatan digital yang semakin kompleks. “Penting sekali untuk memberikan literasi digital kepada masyarakat secara masif. Karena tidak semua pengguna memahami bahwa ini adalah bagian dari perlindungan identitas digital mereka,” tandas Politisi Fraksi Partai NasDem itu. (um/aha)